Kamis, 23 Oktober 2014

Riset Kebijakan


RISET KEBIJAKAN

Riset kebijakan atau studi kebijakan merupakan salah satu jenis riset yang difokuskan pada kebijakan, baik dalam rangka pembuatan, evaluasi pelaksanaan, maupun perubahan atau perbaikan. Ditinjau dari prinsip, prosedur, metodologi dan tekniknya riset jenis  ini sama dengan yang digunakan dalam riset ilmiah pada umumnya. Namun, ditinjau dari kepentingan, jenis riset ini dilakukan bukan untuk kepentingan pengembangan sains, melainkan untuk kepentingan yang bersifat spesifik dan praktis yaitu untuk mencari dasar membuat kebajikan, menganalisisnya, mengkritisisny atau mengevaluasi kebijakan itu sendiri maupun implementasinya.
Pada umumnyahasil riset ini diarahkan kepada pemecahan masalah yang lebih bersifat melayani kepentingan calon pemakai, klien atau pelanggan. Pada umumnya pelanggan jenis riset ini adalah para perencana dan pembuat kebijakan politik, kebijakan ekonomi, kebijakan pendidikan, kebijakan esehatan dan smacamnya.

Hakekat

Riset kebijakan dapat dipandang sebagai suatu riset yang menggabungkan antara kegiatan analisis kebijakan dengan evaluasi program. Riset ini dilakukan dalam upaya menelaah atau menelisik keberadaan berbagai alternatif kebijakan publik yang akan dibuat, berbagai faktor yang mendukung dibuatnya kebijakan itu, serta berbagai akibat dan dampak yang diantisipasi akan muncul apabila suatu alternatif kebijakan itu akan dipilih.
Oleh sebab itu riset kebijakan menggunakan pendekatan  multisiplin, pelaku riset kebijakan biasanya memiliki kepakran khusus dalam bidang-bidang terkait, dan biasanya dilakukan oleh satu tim yang anggota kepakaran beragam. Latar kepakaran anggota tim itu diantaranya adalah dalam bidang-bidang yang terkait dengan analisis kebijakan, evalusai program, sosiologi, psikologi, ekonomi, pendidikan, geografi, antropologi, hukum, ilmu politik, pekerjaan sosial, perencanaan lingkungan dan administrasi negara.
Mengapa riset kebijakan itu penting dilakukan? Para perencana dan pembuat kebijakan sering kali dihadapkan pada persoalan yang terkait untuk diambil dalam menjalankan roda organisasi, baik publik maupun swasta. Persoalan ini dihadapi karena kurangnya atau adanya keterbatasan pengetahuan tentang berbagai dampak yang mungkin akan timbul sebagai akibat dari kebijakan yang akan dibuatnya. Dalam kondisi seperti ini apabila suatu kebijakan itu tetap dibuat, maka peluang terjadinya hal-hal yang tidak diharapkan, sebagai dampak dari kebijakan yang dibuatnya akan cukup besar.
Agar dapat menghindari berbagai dampak yang tidak diharapkan dari suatu kebijakan, maka sebelum suatu kebijakan itu direncanakan dan dibuat perlu dilakukan analisis secara mendalam dan komprehensif. Patton dan Sawicki (1993) memandang, bahwa analisis kebijakan merupakan suatu proses sirkuler dalam merencanakan, membuat, melaksanakan dan memonitor serta mengevaluasi pelaksanaan suatu kebijakan. Suatu kebijakan sebaiknya dibuat dengan mempertimbangkan data hasil riset. Setelah kebijakan itu dilaksanakan, juga perlu dilakukan minitoring dan evaluasi agar pelaksanaan kebijakan  itu selain terus berada dalam jalurnya, juga memberi dampak secara positif. Analisis yang dilakukan secara mendalam itu didasarkan atas data hasil riset atau studi kebijakan.
Istilah kebijakan digunakan untuk menggambarkan tentang suatu kegiatan yang mencakup penentuan tujuanm penentuan prioritas, penyusunan rencana dan menspesifikasi aturan-aturan dalam pembuatan keputusan ( Gorda, Lewis, dan Young, 1993). Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh siapapun yang memiliki otoritas atau kewenangan dalam pembuatan kebijakan, yang merentang dari mulai penentuan tujuan sampai pembuatan keputusan, yang didalamnya mencakup kegiatan menentukan skala prioritas, penyusunan rencana dan penentuan aturan-aturan dalam penggambilan keputuasan ini semua disebut dengan kebijakan. Jadi pada hakekatnya kebijakan itu merupakan bidang yang menjadi kewenangan pemerintah pada berbagai level, dan pemegang otoritas kewenangan pada sektor swasta, yaitu para pimpinan organisasi ataupun para manajer pada berbagai level organisasi atau lembaga.
Riset kebijakan (policy research) atau disebut juga dengan studi kebijakan (policy studies) pada dasarnya merupakan kebijakan dan evaluasi program.  Riset kebijakan dapat dipandang sebagai suatu sistem standar, aturan, dan prosedur untuk menciptakan, menilai secara kritis dan mengkomunikasikan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan (Pardon, Lessof, Woodfield, dan Bryson, 2001). Karena suatu kebijakan itu dirumuskan dengan mempertimbangkan berbagai faktor-faktor  dari berbagai faktor, maka riset kebijakan juga memadukan faktor-faktor dari berbagai disiplin ilmu. Pelibatan  berbagai disiplin itu karena inti dari riset kebijakan pada dasarnya adalah pemahaman tentang pemecahan masalah yang dilakukan dengan mengikuti berbagai prinsip dan kaidah ilmiah sebagaimana dalam riset-riset ilmiah pada umumnya (Majchrzak, 1984)

Apabila dilihat dari segi tujuan dan berbagai kategori pelanggannya, ada lima kategori kegiatan yang terkait dengan riset kebijakan, yaitu:
1.        Advokasi kebijakan
2.        Informasi untuk kebijakan
( Kedua kategori ini termasuk dalam kelompok kegiatan Analisis untuk kebijakan)
3.        Penentuan kebijakan
4.        Analisis isi kebijakan
( Kedua kategori ini termasuk dalam kelompok kegiatan Analisis kebijakan)
5.         Monitoring dan evaluasi kebijakan
( Kegiatan ini dilakukan setelah kebijakan itu dibuat dan dilaksanakan)
Advokasi Kebijakan
Advokasi kebijakan menunjukan kepada riset yang dilakukan dengan tujuan akhir adalah melakukan pembelaan atau untuk menentang suatu kebijakan atau sekelompok kebijakan yang sejenis. Riset advokasi yang dilakukan untuk memberikan dukungan atau pembelaan kebijakan dilakukan, karena riset memandang bahwa kebijakan itu memilki nilai positif, sehingga perlu didukung atau dibela. Hasil riset dibuat dalam bentuk rekomendasi yang disampaikan kepada pembuat kebijakan. Meskipun demikian, tidak semua rekomendasi itu ditindaklanjuti oleh pembuat kebijakan.
Informasi untuk kebijakan
Tugas pelaku riset terkait dengan kategori informasi untuk kebijikan adalah memasok informasi atau bahkan saran yang didasarkan atas hasil riset, baik dalam konteks memperkenalkan suatu kebijakan baru atau merevisi kebijikan yang sudah dibuat. Biasanya riset semacam ini dilakukan oleh salah satu divisi atau untuk kepentingan ini dilakukan oleh suatu lembaga- lembaga pemerintahan. Hasil riset semacam ini dianggap penting sebagai dasar dalam membuat kebijakan
Analisis Penentun Kebijakan
Analissi penentuan kebijakan dilakukan terhadap berbagai aspek yang terkait dengan input dan proses berlangsung pada saat suatu kebijakan dalam proses perumusan. Dalam beberapa kasus, model sistem kebijkan ini diwarnai oleh kondisi lingkungan, sedangkan pada kasus lain dipengaruhi tujuan. Analisis penentuan kebijkan juga memeprhitungkan berbagai kendala yang dihadapi dalam proses pencapaian hasil dari pelaksanaan kebijakan yang akan dibuat.
Analisis Isi Kebijakan
Analisis ini meliputi berbagai studi yang sudah dilakukan terkait dengan berbagai aspek dari kebijakan yang akan dibuat.  Hadil-hasil studi ini dapat memberikan masukan kepada para pembuat kebijakan, meski studi-studi itu tidak secara eksplisit dilakukan untuk kepentingan pembuat ebijakan itu. Studi yang dilakukan biasanya ditopang dengan teori yang kokoh, sehingga hasilnya pun dapat menjadi masukan yang cukup dapat diandalkan.
Monitoring dan Evaluasi Kebijakan
Proses monitoring biasanya dilakukan sejak awal suatu kebijakan dilaksanakan dan dilakukan oleh pihak-pihak yang berada dalam sistem atau berada dalam struktur, sedangkan evaluasi dapat dilakukan ketika suatu kebijakan sudah berjalan dalam suatu kurun waktu tertentu dan /atau setelah suatu kebijakan (dapat pula program) selesai diimplementasikan. Evaluasi pada kategori pertama dilakukan untuk kepentingan perbaikan (evaluasi formatif), dan evaluasi pada kategori kedua dilakukan untuk dijadikan dasar mengambil keputuasan, apakah kebijakan itu akan dilanjutkan atau diberhentikan, dan berbagai aspek yang terkait dengannya.

Paradigma dan Model Kebijakan
Paradigma kebijakan menggambarkan tentang kerangka acuan berpikir dalam merencanakan dan membuat suatu kebiijakan. Perbedaan paradigma yang digunakan akan berdampak pada perbedaan arah dari kebijakan itu sendiri. Adapun model kebijakan merupakan representasi sederhana mengenai aspek-aspek yang terpilih dari suatu kondisi masalah yang disusun untuk tujuan-tujuan tertentu ( Gass & Sisson, 2000). Hal ini merupakan rekonstruksi artifisial dalam wilayah yang merentang dari energi dan lingkungan sampai dengan masalah kemiskinan, kesejahteraan, dan bahkan kejahatan.
Paradigma Kebijakan
Dalam pembuatan kebijikan, setidak-tidaknya ada tiga paradigma kebijakan yang sangat kuat mewarnai proses kebijakan dan menarik untuk dikaji. Paradigma-paradigma itu adalah 1) paradigma kebijakan kesejahteraan sosial (social welfare policy), 2) paradigma kebijakan publik (publik policy) dan 3) paradigma kebijakan sosial (sosial policy).
Paradigma Kesejahteraan Sosial.
Paradigma ini mengacu kepada perumusan kebijakan yang berusaha menciptakan kesejahteraan atau kenyamanan bagi masyarakat luas. Menurut paradigma ini, fenomena kemiskinan dimasyarakat memaksa munculnya apa yang disebut dengan biaya sosial (social cost). Sebagai contoh, agar lingkungan tidak kumuh, sampah dan libah tidak dibuang sembarangan, pengemis dan anak jalanan tidak berkeliaran, pedagang kaki lima tidak seenaknya membuat lapak-lapak untuk menggelar daganngannya dan sejenisnya, ini memerlukan biaya sosial yang harus dibayar.
Setedaknya ada dua fakto yang sanagt penting untuk ditangani sebagai biaya sosial, yaitu sistem sosial dan faktor psikologis masyarakat itu sendiri. Paradigma ini berpandangan, bahwa perumusan dan pengambilan kebijakan harus didasarkan atas dan ditunjukan untuk kesejahteraan dan kenyamanan masyarakat luas.
Contoh nyata dari kebijakan ini diantaranya adalah disediakannya jalan khusus untuk penyandang cacar diberbagai gedung atau fasilitas publik, kendaraan khusus untuk penyandang cacat, penyediaan kursi roda secara gratis, perpustakaan braille, dan bahkan sekarang sudah ada komputer yang dilengkapi dengan suara untuk para tuna netra, serta perlindungan hukum berupa undang-undang tentang peluang kerja untuk para penyandang cacat.
Paradigma Kebijakan Publik
Paradigma ini berpandangan bahwa perumusan dan pengambilan kebijakan harus dapat memberikan pelayanan kepada publik warga negara. Penggunaan paradigma kebijakan kesejahteraan sosial lebih cocok diterapkan ketika masyarakat di suatu negara masih berada pada tingkat pendapatan rendah atau sangat rendah menurut paradigma ini. Penerapannya seperti penetapan tarif dasar listrik, tarif telpon, penetapan pajak penghasilan, penyediaan rumah, peyetabilan harga bahan pokok, pemberian pelayanan pendidikan secara merata dan berkualitas dan pemberian pelayanan kesehatan secara baik.
Negara-negara yang menetapkan kebijakan berdasarkan paradigma ini cenderung berusaha maksimal dalam mengalokasikan perndapatan negara untuk kepentingan sosial, meskipun harus diupayakn melalui pemungutan pajak yang tinggi kepada kalangan kelas ekonomi yang lebih tinggi.
Paradigma Kebijakan Sosial
Paradigma ini berpandangan  bahwa masyarakat sesungguhnya memiliki kemampuan untuk mengurusi semua kepentingannyya sendiri, berbagai problem kesejahteraan masyarakat diurus, dianalisis, dan dipecahkan sendiri oleh masyarakat. Paradigma ini berpendirian sesungguhnya masyarakatlah yang lebih cepat mengetahui permasalahan yang mereka hadapi. Mengacu pada paradigma ini kemudian berkembang proses penggambilan kebijkan yang dikenal dengan istilah kebijakan berbasis masyarakat (community-bases policy).
Jadi, paradigma ini sesungguhnya mendasarkan pada asumsi dasar tentang pemberdayaan masyarakat pada semua jenjang. Masyarakat diberdayakan agar mampu mengenali masalah yang dihadapi, merumuskan tujuan yang ingin dicapai, meyusun perencanaan, melakukan koordinasi, mengimplementasikan dan mengevaluasi

Model-Model Kebijakan

Model kebijakan dapat membantu menyederhanakan sistem masalah dan mengurangi kompleksitas masalah itu sehingga memungkinkan untuk dikelola oleh para pelaku riset dalam riset yang dilakukan(Dunn, 2008).
Ada sejumlah model kebijakan yang dikemukakan oelh Dunn (2003) dalam kaitannya dengan riset kebijkan, yaitu model deskriptif, model normatif, model verbal, model simbolis, model prosedural, dan model perspektif.

Model Deskriptif
Model deskriptif adalah model kebijakan yang bertujuan untuk menjelaskan dan/atau memprediksi faktor-faktor penyebab dan konsekuensi-konsekuensi yang mungkin timbul dari pilihan-pilihan suatu kebijakan. Model ini biasanya digunakan untuk memantau hasil-hasil dari implementasi dan aksi suatu kebijakan serta untuk memprediksi kinerja dari suatu kebijakan. Contoh tim ahli ekonomi membuat prediksi ekonomi tahunan untuk memberikan masukan kepada laopran ekonomi yang dibuat oleh pengambil kebijakan.
Model Normatif
Model Normatif merupakan suatu model kebijakan yang sudah dilengkap daripada model deskriptif. Model ini bertujuan menjelaskan dan/atau  memprediksi hasil dan kinerja dari suatu kebijakan, juga memberikan berbagai argumentasi dan rekomendasi yang bermanfaat untuk mengoptimalkan pencapain kinerja suatu kebijakan. Dun(2003) mengemukakan bebrapa jenis model normatif antara lain model antrian, model penggantian, model inventaris dan model manfaat-biaya.
Model antrian adalah Model Normatif yang membantu menentukan tingkat kapasitas pelayanan optimal. Model penggantian adalah Model Normatif yang membantu meningkatkan waktu pelayanan dan perbaikan optimal. Model inventaris adalah Model Normatif yang membantu meningkatkan pengaturan volume waktu optimal, sedangkan model manfaat-biaya adalah model normatif yang membantu keuntungan optimal pada investasu publik.
Fokus model ini biasanya adalah mencari nilai-nilai variabel yang dapat dikontrol yang akan menghasilkan manfaat yang terbesar sebagaimana dapat diukur dalam variabel luaran yang hendak diubah atau diperbaiki oleh penggambil kebijakan.
Model Verbal
Model verbal ini merupaka salah satu bentuk ekspresi dari model deskriptif maupun model normatif. Bentuk ekspresi lainnya adalah model simbol dan model prosedural. Model verbal adalah suatu model yang mengekspresikan hasil-hasil model deskriptif maupun model normatif dalam bentuk bahasa sehari-hari dan buakan dalam bahasa logikal simbolis dan matematis yang rumit. Penalaran yang dilakukan oleh pelaku riset kebijakan ini menghasilkan argumentasi kebijkaan; bukan dalam bentuk nilai-nilai angka pasti dan eksak.
Kelebihan dari model ini adalah relatif mudah untuk dikomunikasikan baik diantara pelaku riset kebijakan, pengambil kebijakan dan orang awam, dan tidak menuntut biaya yang mahal. Kelemahannya masalah yang digunakan bersifat  implisit sehingga menimbulkan kesulitan dalam memahami secara kritis dan komprehensif mengenai argumentasi-argumentasi yang digunakan.
Model Simbolis
Model ini menjelaskan keterkaitan antar variavel yang diyakini menjadi faktor penyebab suatu masalah dan kemudian akan diubah melalui suatu kebijakan dilakukan dengan menggunakan simbol-simbol matematika.
Kelemahan dari metode ini adalah tidak mudah dikomunikasikan kepada pengambil kebijakan, apalagi kepada orang awam. Kelebihannya adalah biaya yang diperlukan dalam model ini tidak lebih besar dari model verbal, memungkinkan pelaku riset kebijakan atau penggambil kebijakan untuk mempertimbangkan waktu dan usaha yang diperlukan secara lebih akurat, dan bisa dijadikan sarana utama untuk mengekspresikan model verbal. Model simbolis dapat digunakan untuk memperbaiki kebijakan dengan baik, jika premis-premis sebagai pijakan dalam menyusun model dibuat secara eksplisit.
Model Prosedural
Model prosedurl adalah suatu model kebijakan yang dieskpresikan dalam bentuk prosedur-prosedur elemneter yang diciptakan untuk menampilkan hubungan dinamis antar variabel. Para pelaku riset membuat pemodelan prosedural untuk membuat prediksi-prediksi atau pemecahan masalah secara optimal biasanya dilakukan dalam bentuk simulasi. Cara kerjanya yaitu dengan mencermati dan mensimulasikan hubungan antar variabel yang mungkin mendukung suatu pengambilan kebijakan atau yang tidak dapat diterangkan secara baik dalam kaitannya dengan pengambilan kebijakan.
Perbedaanya adalah model simbolis dilakukan dengan menggunakan data akurat untuk memprakirakan keterkaitan antara variabel kebijakan dan hasil kebijakan, sedangkan model prosedural membuat asumsi-asumsi keterkaitan antara variabel dan hasil kebijakan tersebut dalam bentuk simulasi.

Kelebihan model ini adalah memungkinkan pelaku riset kebijakan mensimulasikan dan membuat riset menjadi kreatif. Kelemahannya adalah biaya untuk menggembangkan simulasi melalui program-program komputer relatif lebih mahal dan seringkali mengalami kesulitan untuk mencari data atau argumentasi yang dapat digunakan untuk memperkuat asumsi-asumsi yang digunakan.
Tujuan dan Lingkup
Dunia kebijakan publik telah berkembang sebagai akibat dari perubahan yang bersifat dramatis dalam struktur kelembagaan dan ekonomi global negara kebangsaan itu sendiri. Studi kebijakan mengeksplorasi berbagai implikasi dari perubahan-perubahan itu, baik untuk kepentingan studi maupun untuk praktik pembuatan kebijakan.
Ada lima bidang utama dari lingkup studi kebijakan yaitu:
1.        Untuk memperluas lensa analisis kebijakan melalui publikasi riset yang melokasikan pembuatan kebijakan dalam perspektif teoritis, historis dan komperatif
2.        Untuk memperdalam bidang penyelidikan dalam analisis kebijakan melalui publikasi riset yang mengusi isu-isu kebijakan dalam konteks suatu negara, internasional dan global.
3.        Untuk mempromosikan debat konstruktif tentang isu-isu teoritis, metodologis dan empiris dalam analisis kebijakan
4.        Untuk mendorong interaksi yang lebih besar antara dunia akademis dan dunia praktis melalui pendorongan penerbitan artikel dari para praktisi dan akademisi dengan signifikansi praktisi
5.        Untuk tetap berkepentingan dengan pengembangan dalam bidang tindakan internasional melalui publikasi laporan negara atau pengembangan administratif

Pelaksanaan Riset Kebijakan
Pelaksanan riset kebijakan bersifat multidisiplin dan ada keseimbangan anatara riset-riset deskriptif, eksplanatori dan evaluatif. Pada umumnya menggunakan pedekatan kuantitatif jarang terjadi riset menggunakan pendekatan kualitatif.  Pelaksanaan riset kebijakan menggunakan metode dalam riset ilmiah. Semua prinsip, kaidah, komponen, dan langkah dalam melaksanakan riset ilmiah digunakan dalam riset kebijakan. Yang membedakan adalah riset ilmiah untuk kepentingan akademik, riset kebijakan adalah adanya analisis kebijakan, baik yang menjadi dasar dalam melakukan riset maupun analisis kebijakan yang akan di ambil, yang dilakuakn berdasarkan data hasil riset-riset itu.
Oleh karena itu kepentingan riset kebijakan adalah untuk mengkaji berbagai aspek yang terkait dengan suatu kebijakan tertentu berdasarkan data yang diperoleh dari hasil riset, maka kedudukan analisis kebijakan sangat penting. Analisis kebijakan ini dilakukan dalam konteks penyusunan rencana riset dan dalam konteks perumusan kebijakan setelah dilakukan pembahasan terhadap berbagai temuan hasil riset berdasarkan data yang dikumpulkan dan dianalisis.
Dalam konteks pembuatan kebijakan, analisis kebijakan menempuh enam langkah, yaitu : 1) memverifikasi, mendefinisikan dan mendalami masalah; 2) merumuskan kriteria evaluasi; 3) mengidentifikasi berbagai alternatif kebijakan; 4) mengevaluasi alternatif kebijakan; 5) mengurai karakteristik setiap alternatif kebijakan; dan 6) memonitor implementasi kebijakan (Patton dan Sawicki, 1993)
Pada langkah pertama, dilakukan verifikasi masalah berddasarkan data hasil riset, kemudian dirumuskan pertanyaan-pertanyaan tentang berbagai kemungkinan alternatif kebijakan dan elaborasinya. Langkah kedua, dirumuskan sejumlah kriteria yang akan digunakan dalam melakukan evaluasiterhadap berbagai alternatif kebijakan dalam berbagai perspetif. Langkah ketiga, dilakukan kajian untuk mengidentifikasi berbagai alternatif kebijakan ditinjau dari perspektif teoritis, diverifikasi menggunakan data hasil riset, dilakukan pembahasan mendalam terhadap hasil riset. Langkah keempat, dilakukan evaluasi terhadap berbagai alternatif kebijakan menggunakan berbagai kriteria yang telah dirumuskan. Langka kelima berbagai alternatif kebijakan itu dibandingkan satu sama lain dengan cara memasang-masangkan secara kombinasi setiap alternatif kebijakan, kemudian menganalisis dari sisi kekuaran dan kelemahan masing-masing terutama akibat dan dampaknya apabila kebijakan itu dipilih. Pada langkah keenam, dilakukan pilihan kebijakan yang akan dibuat, dan apabila kebijakan itu dilaksanakan dimonitor pelaksanaannya sehingga selalu berada pada jalur yang benar.
Analisis ini dilakukan secara kuantitatif meskipun kadang-kadang dibutuhkan juga dukungan dari analisis kualitatif. Analisis kuantitatif menggunakan metode statistika yang sesuai terutama banyak sekali melibatkan penggunaan teori peluang.
Atas dasar ini, langkah-langkah dalam melakukan riset kebijakan adalah :
1.        Perumusan latar belakan atau rasional dialkukannya riset kebijakan. Dalam latar belakang ini dikaji berbagai faktor yang melatarbelakangi dilakukannya riset kebijaka, yang dikaitkan dengan fokus kebijakan yang akan dirumuskan.
2.        Perumusan masalah. Rumusan masalah riset ini dibuat dengan mengelaborasi problematika tentang fokus kebijakan yang akan diambil
3.        Kajian teori. Pada bagian ini kebijakan yang akan dijadikan fokus studi dibahas secara teoritis dengan mengacu kepada suatu teori besar tertentu (grand theory) serta didiskusikan berbagai hasil studi terkait berdasarkan berbagai kajian yang dibahas dalam berbagai literatur, khususnya berbagai hasil studi yang dilaporkan dalam berbagai artikel yang dipublikasikan dalam berbagai jurnal ilmiah terkait.
4.        Kerangka berpikir. Rumusan kerangka berpikir ini merupakan model pengkajian dalam studi tentang kebijakan yang menjadi fokus studi
5.        Analisis kebijakan yang menjadi fokus studi. Kebijakan yang dijadikan fokus studi dianalisis dari beragai aspek dan dimensi
6.        Perumusan prosedur riset. Dalam perumusan ini ditetapkan subjek yang akan menjadi sumber data serta teknik penyampelan yang digunakan; metode dan teknik riset serta jenis dan rancangan instrumen riset; dan metode analisis data yang akan digunakan.
7.        Pengembangan istrumen riset. Pengembangan riset mengacu kepada analisis terhadap fokus kebijakan yang distudi, instrumen perlu dilakukan uji coba dan dianalisis validitas dan reliabilitasnya
8.        Pengumpulan dan analisis data. Penggumpulan data menggunakan instrumen yang telah dikembangkan seta diuji validitas dan reliabilitas.
9.        Analisis kebijakan. Pelaku riset melakukan pemetaan berbagai alternatif kebijakan secara rinci, keberadaannya, serta berbagai kemungkinan yang akan terjadi dari masing-masing keberadaan itu baik secara kuantitatif maupun kualitatif
10.    Perumusan kesimpulan. Berdasarkan hasil diskusi dara dan analisis kebijakan diambil kesimpulan terkait kebijakan tang menjadi fokus studi
11.    Rekomendasi kebijakan. Berdasarkan kesimpulan-kesimpulan itu dirumuskan rekomendasi tentang kebijakan yang diambil.

0 komentar:

Posting Komentar