RISET KEBIJAKAN
Riset
kebijakan atau studi kebijakan merupakan salah satu jenis riset yang difokuskan
pada kebijakan, baik dalam rangka pembuatan, evaluasi pelaksanaan, maupun
perubahan atau perbaikan. Ditinjau dari prinsip, prosedur, metodologi dan tekniknya
riset jenis ini sama dengan yang
digunakan dalam riset ilmiah pada umumnya. Namun, ditinjau dari kepentingan,
jenis riset ini dilakukan bukan untuk kepentingan pengembangan sains, melainkan
untuk kepentingan yang bersifat spesifik dan praktis yaitu untuk mencari dasar
membuat kebajikan, menganalisisnya, mengkritisisny atau mengevaluasi kebijakan
itu sendiri maupun implementasinya.
Pada
umumnyahasil riset ini diarahkan kepada pemecahan masalah yang lebih bersifat
melayani kepentingan calon pemakai, klien atau pelanggan. Pada umumnya
pelanggan jenis riset ini adalah para perencana dan pembuat kebijakan politik,
kebijakan ekonomi, kebijakan pendidikan, kebijakan esehatan dan smacamnya.
Hakekat
Riset
kebijakan dapat dipandang sebagai suatu riset yang menggabungkan antara
kegiatan analisis kebijakan dengan evaluasi program. Riset ini dilakukan dalam
upaya menelaah atau menelisik keberadaan berbagai alternatif kebijakan publik
yang akan dibuat, berbagai faktor yang mendukung dibuatnya kebijakan itu, serta
berbagai akibat dan dampak yang diantisipasi akan muncul apabila suatu
alternatif kebijakan itu akan dipilih.
Oleh sebab itu riset kebijakan menggunakan pendekatan multisiplin, pelaku riset kebijakan biasanya
memiliki kepakran khusus dalam bidang-bidang terkait, dan biasanya dilakukan
oleh satu tim yang anggota kepakaran beragam. Latar kepakaran anggota tim itu
diantaranya adalah dalam bidang-bidang yang terkait dengan analisis kebijakan,
evalusai program, sosiologi, psikologi, ekonomi, pendidikan, geografi,
antropologi, hukum, ilmu politik, pekerjaan sosial, perencanaan lingkungan dan
administrasi negara.
Mengapa
riset kebijakan itu penting dilakukan? Para perencana dan pembuat kebijakan
sering kali dihadapkan pada persoalan yang terkait untuk diambil dalam
menjalankan roda organisasi, baik publik maupun swasta. Persoalan ini dihadapi
karena kurangnya atau adanya keterbatasan pengetahuan tentang berbagai dampak
yang mungkin akan timbul sebagai akibat dari kebijakan yang akan dibuatnya.
Dalam kondisi seperti ini apabila suatu kebijakan itu tetap dibuat, maka
peluang terjadinya hal-hal yang tidak diharapkan, sebagai dampak dari kebijakan
yang dibuatnya akan cukup besar.
Agar
dapat menghindari berbagai dampak yang tidak diharapkan dari suatu kebijakan,
maka sebelum suatu kebijakan itu direncanakan dan dibuat perlu dilakukan
analisis secara mendalam dan komprehensif. Patton dan Sawicki (1993) memandang,
bahwa analisis kebijakan merupakan suatu proses sirkuler dalam merencanakan,
membuat, melaksanakan dan memonitor serta mengevaluasi pelaksanaan suatu
kebijakan. Suatu kebijakan sebaiknya dibuat dengan mempertimbangkan data hasil
riset. Setelah kebijakan itu dilaksanakan, juga perlu dilakukan minitoring dan
evaluasi agar pelaksanaan kebijakan itu
selain terus berada dalam jalurnya, juga memberi dampak secara positif.
Analisis yang dilakukan secara mendalam itu didasarkan atas data hasil riset
atau studi kebijakan.
Istilah
kebijakan digunakan untuk menggambarkan tentang suatu kegiatan yang mencakup
penentuan tujuanm penentuan prioritas, penyusunan rencana dan menspesifikasi
aturan-aturan dalam pembuatan keputusan ( Gorda, Lewis, dan Young, 1993).
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh siapapun yang memiliki otoritas atau
kewenangan dalam pembuatan kebijakan, yang merentang dari mulai penentuan
tujuan sampai pembuatan keputusan, yang didalamnya mencakup kegiatan menentukan
skala prioritas, penyusunan rencana dan penentuan aturan-aturan dalam
penggambilan keputuasan ini semua disebut dengan kebijakan. Jadi pada
hakekatnya kebijakan itu merupakan bidang yang menjadi kewenangan pemerintah
pada berbagai level, dan pemegang otoritas kewenangan pada sektor swasta, yaitu
para pimpinan organisasi ataupun para manajer pada berbagai level organisasi
atau lembaga.
Riset
kebijakan (policy research) atau disebut juga dengan studi kebijakan (policy
studies) pada dasarnya merupakan kebijakan dan evaluasi program. Riset kebijakan dapat dipandang sebagai suatu
sistem standar, aturan, dan prosedur untuk menciptakan, menilai secara kritis
dan mengkomunikasikan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan (Pardon,
Lessof, Woodfield, dan Bryson, 2001). Karena suatu kebijakan itu dirumuskan
dengan mempertimbangkan berbagai faktor-faktor
dari berbagai faktor, maka riset kebijakan juga memadukan faktor-faktor
dari berbagai disiplin ilmu. Pelibatan
berbagai disiplin itu karena inti dari riset kebijakan pada dasarnya
adalah pemahaman tentang pemecahan masalah yang dilakukan dengan mengikuti
berbagai prinsip dan kaidah ilmiah sebagaimana dalam riset-riset ilmiah pada
umumnya (Majchrzak, 1984)
Apabila
dilihat dari segi tujuan dan berbagai kategori pelanggannya, ada lima kategori
kegiatan yang terkait dengan riset kebijakan, yaitu:
1.
Advokasi
kebijakan
2.
Informasi
untuk kebijakan
( Kedua
kategori ini termasuk dalam kelompok kegiatan Analisis untuk kebijakan)
3.
Penentuan
kebijakan
4.
Analisis
isi kebijakan
( Kedua
kategori ini termasuk dalam kelompok kegiatan Analisis kebijakan)
5.
Monitoring dan evaluasi kebijakan
( Kegiatan ini dilakukan setelah
kebijakan itu dibuat dan dilaksanakan)
Advokasi
Kebijakan
Advokasi
kebijakan menunjukan kepada riset yang dilakukan dengan tujuan akhir adalah
melakukan pembelaan atau untuk menentang suatu kebijakan atau sekelompok
kebijakan yang sejenis. Riset advokasi yang dilakukan untuk memberikan dukungan
atau pembelaan kebijakan dilakukan, karena riset memandang bahwa kebijakan itu
memilki nilai positif, sehingga perlu didukung atau dibela. Hasil riset dibuat
dalam bentuk rekomendasi yang disampaikan kepada pembuat kebijakan. Meskipun
demikian, tidak semua rekomendasi itu ditindaklanjuti oleh pembuat kebijakan.
Informasi untuk kebijakan
Tugas
pelaku riset terkait dengan kategori informasi untuk kebijikan adalah memasok
informasi atau bahkan saran yang didasarkan atas hasil riset, baik dalam
konteks memperkenalkan suatu kebijakan baru atau merevisi kebijikan yang sudah
dibuat. Biasanya riset semacam ini dilakukan oleh salah satu divisi atau untuk
kepentingan ini dilakukan oleh suatu lembaga- lembaga pemerintahan. Hasil riset
semacam ini dianggap penting sebagai dasar dalam membuat kebijakan
Analisis
Penentun Kebijakan
Analissi
penentuan kebijakan dilakukan terhadap berbagai aspek yang terkait dengan input
dan proses berlangsung pada saat suatu kebijakan dalam proses perumusan. Dalam
beberapa kasus, model sistem kebijkan ini diwarnai oleh kondisi lingkungan,
sedangkan pada kasus lain dipengaruhi tujuan. Analisis penentuan kebijkan juga
memeprhitungkan berbagai kendala yang dihadapi dalam proses pencapaian hasil
dari pelaksanaan kebijakan yang akan dibuat.
Analisis
Isi Kebijakan
Analisis
ini meliputi berbagai studi yang sudah dilakukan terkait dengan berbagai aspek
dari kebijakan yang akan dibuat.
Hadil-hasil studi ini dapat memberikan masukan kepada para pembuat
kebijakan, meski studi-studi itu tidak secara eksplisit dilakukan untuk
kepentingan pembuat ebijakan itu. Studi yang dilakukan biasanya ditopang dengan
teori yang kokoh, sehingga hasilnya pun dapat menjadi masukan yang cukup dapat
diandalkan.
Monitoring
dan Evaluasi Kebijakan
Proses
monitoring biasanya dilakukan sejak awal suatu kebijakan dilaksanakan dan
dilakukan oleh pihak-pihak yang berada dalam sistem atau berada dalam struktur,
sedangkan evaluasi dapat dilakukan ketika suatu kebijakan sudah berjalan dalam
suatu kurun waktu tertentu dan /atau setelah suatu kebijakan (dapat pula
program) selesai diimplementasikan. Evaluasi pada kategori pertama dilakukan
untuk kepentingan perbaikan (evaluasi formatif), dan evaluasi pada kategori
kedua dilakukan untuk dijadikan dasar mengambil keputuasan, apakah kebijakan
itu akan dilanjutkan atau diberhentikan, dan berbagai aspek yang terkait
dengannya.
Paradigma dan Model Kebijakan
Paradigma
kebijakan menggambarkan tentang kerangka acuan berpikir dalam merencanakan dan
membuat suatu kebiijakan. Perbedaan paradigma yang digunakan akan berdampak
pada perbedaan arah dari kebijakan itu sendiri. Adapun model kebijakan
merupakan representasi sederhana mengenai aspek-aspek yang terpilih dari suatu
kondisi masalah yang disusun untuk tujuan-tujuan tertentu ( Gass & Sisson,
2000). Hal ini merupakan rekonstruksi artifisial dalam wilayah yang merentang
dari energi dan lingkungan sampai dengan masalah kemiskinan, kesejahteraan, dan
bahkan kejahatan.
Paradigma
Kebijakan
Dalam
pembuatan kebijikan, setidak-tidaknya ada tiga paradigma kebijakan yang sangat
kuat mewarnai proses kebijakan dan menarik untuk dikaji. Paradigma-paradigma
itu adalah 1) paradigma kebijakan kesejahteraan sosial (social welfare policy),
2) paradigma kebijakan publik (publik policy) dan 3) paradigma kebijakan sosial
(sosial policy).
Paradigma
Kesejahteraan Sosial.
Paradigma
ini mengacu kepada perumusan kebijakan yang berusaha menciptakan kesejahteraan
atau kenyamanan bagi masyarakat luas. Menurut paradigma ini, fenomena
kemiskinan dimasyarakat memaksa munculnya apa yang disebut dengan biaya sosial
(social cost). Sebagai contoh, agar lingkungan tidak kumuh, sampah dan libah
tidak dibuang sembarangan, pengemis dan anak jalanan tidak berkeliaran,
pedagang kaki lima tidak seenaknya membuat lapak-lapak untuk menggelar
daganngannya dan sejenisnya, ini memerlukan biaya sosial yang harus dibayar.
Setedaknya
ada dua fakto yang sanagt penting untuk ditangani sebagai biaya sosial, yaitu
sistem sosial dan faktor psikologis masyarakat itu sendiri. Paradigma ini
berpandangan, bahwa perumusan dan pengambilan kebijakan harus didasarkan atas
dan ditunjukan untuk kesejahteraan dan kenyamanan masyarakat luas.
Contoh
nyata dari kebijakan ini diantaranya adalah disediakannya jalan khusus untuk
penyandang cacar diberbagai gedung atau fasilitas publik, kendaraan khusus
untuk penyandang cacat, penyediaan kursi roda secara gratis, perpustakaan
braille, dan bahkan sekarang sudah ada komputer yang dilengkapi dengan suara
untuk para tuna netra, serta perlindungan hukum berupa undang-undang tentang
peluang kerja untuk para penyandang cacat.
Paradigma
Kebijakan Publik
Paradigma
ini berpandangan bahwa perumusan dan pengambilan kebijakan harus dapat
memberikan pelayanan kepada publik warga negara. Penggunaan paradigma kebijakan
kesejahteraan sosial lebih cocok diterapkan ketika masyarakat di suatu negara
masih berada pada tingkat pendapatan rendah atau sangat rendah menurut
paradigma ini. Penerapannya seperti penetapan tarif dasar listrik, tarif
telpon, penetapan pajak penghasilan, penyediaan rumah, peyetabilan harga bahan
pokok, pemberian pelayanan pendidikan secara merata dan berkualitas dan
pemberian pelayanan kesehatan secara baik.
Negara-negara
yang menetapkan kebijakan berdasarkan paradigma ini cenderung berusaha maksimal
dalam mengalokasikan perndapatan negara untuk kepentingan sosial, meskipun
harus diupayakn melalui pemungutan pajak yang tinggi kepada kalangan kelas
ekonomi yang lebih tinggi.
Paradigma
Kebijakan Sosial
Paradigma
ini berpandangan bahwa masyarakat
sesungguhnya memiliki kemampuan untuk mengurusi semua kepentingannyya sendiri,
berbagai problem kesejahteraan masyarakat diurus, dianalisis, dan dipecahkan
sendiri oleh masyarakat. Paradigma ini berpendirian sesungguhnya masyarakatlah
yang lebih cepat mengetahui permasalahan yang mereka hadapi. Mengacu pada
paradigma ini kemudian berkembang proses penggambilan kebijkan yang dikenal
dengan istilah kebijakan berbasis masyarakat (community-bases policy).
Jadi,
paradigma ini sesungguhnya mendasarkan pada asumsi dasar tentang pemberdayaan
masyarakat pada semua jenjang. Masyarakat diberdayakan agar mampu mengenali
masalah yang dihadapi, merumuskan tujuan yang ingin dicapai, meyusun
perencanaan, melakukan koordinasi, mengimplementasikan dan mengevaluasi
Model-Model Kebijakan
Model
kebijakan dapat membantu menyederhanakan sistem masalah dan mengurangi
kompleksitas masalah itu sehingga memungkinkan untuk dikelola oleh para pelaku
riset dalam riset yang dilakukan(Dunn, 2008).
Ada
sejumlah model kebijakan yang dikemukakan oelh Dunn (2003) dalam kaitannya dengan
riset kebijkan, yaitu model deskriptif, model normatif, model verbal, model
simbolis, model prosedural, dan model perspektif.
Model
Deskriptif
Model
deskriptif adalah model kebijakan yang bertujuan untuk menjelaskan dan/atau
memprediksi faktor-faktor penyebab dan konsekuensi-konsekuensi yang mungkin
timbul dari pilihan-pilihan suatu kebijakan. Model ini biasanya digunakan untuk
memantau hasil-hasil dari implementasi dan aksi suatu kebijakan serta untuk
memprediksi kinerja dari suatu kebijakan. Contoh tim ahli ekonomi membuat
prediksi ekonomi tahunan untuk memberikan masukan kepada laopran ekonomi yang
dibuat oleh pengambil kebijakan.
Model
Normatif
Model
Normatif merupakan suatu model kebijakan yang sudah dilengkap daripada model
deskriptif. Model ini bertujuan menjelaskan dan/atau memprediksi hasil dan kinerja dari suatu
kebijakan, juga memberikan berbagai argumentasi dan rekomendasi yang bermanfaat
untuk mengoptimalkan pencapain kinerja suatu kebijakan. Dun(2003) mengemukakan
bebrapa jenis model normatif antara lain model antrian, model penggantian,
model inventaris dan model manfaat-biaya.
Model
antrian adalah Model Normatif yang membantu menentukan tingkat kapasitas
pelayanan optimal. Model penggantian adalah Model Normatif yang membantu
meningkatkan waktu pelayanan dan perbaikan optimal. Model inventaris adalah
Model Normatif yang membantu meningkatkan pengaturan volume waktu optimal,
sedangkan model manfaat-biaya adalah model normatif yang membantu keuntungan
optimal pada investasu publik.
Fokus
model ini biasanya adalah mencari nilai-nilai variabel yang dapat dikontrol
yang akan menghasilkan manfaat yang terbesar sebagaimana dapat diukur dalam
variabel luaran yang hendak diubah atau diperbaiki oleh penggambil kebijakan.
Model
Verbal
Model
verbal ini merupaka salah satu bentuk ekspresi dari model deskriptif maupun
model normatif. Bentuk ekspresi lainnya adalah model simbol dan model
prosedural. Model verbal adalah suatu model yang mengekspresikan hasil-hasil
model deskriptif maupun model normatif dalam bentuk bahasa sehari-hari dan
buakan dalam bahasa logikal simbolis dan matematis yang rumit. Penalaran yang
dilakukan oleh pelaku riset kebijakan ini menghasilkan argumentasi kebijkaan;
bukan dalam bentuk nilai-nilai angka pasti dan eksak.
Kelebihan
dari model ini adalah relatif mudah untuk dikomunikasikan baik diantara pelaku
riset kebijakan, pengambil kebijakan dan orang awam, dan tidak menuntut biaya
yang mahal. Kelemahannya masalah yang digunakan bersifat implisit sehingga menimbulkan kesulitan dalam
memahami secara kritis dan komprehensif mengenai argumentasi-argumentasi yang
digunakan.
Model
Simbolis
Model
ini menjelaskan keterkaitan antar variavel yang diyakini menjadi faktor
penyebab suatu masalah dan kemudian akan diubah melalui suatu kebijakan
dilakukan dengan menggunakan simbol-simbol matematika.
Kelemahan
dari metode ini adalah tidak mudah dikomunikasikan kepada pengambil kebijakan,
apalagi kepada orang awam. Kelebihannya adalah biaya yang diperlukan dalam
model ini tidak lebih besar dari model verbal, memungkinkan pelaku riset
kebijakan atau penggambil kebijakan untuk mempertimbangkan waktu dan usaha yang
diperlukan secara lebih akurat, dan bisa dijadikan sarana utama untuk
mengekspresikan model verbal. Model simbolis dapat digunakan untuk memperbaiki
kebijakan dengan baik, jika premis-premis sebagai pijakan dalam menyusun model
dibuat secara eksplisit.
Model
Prosedural
Model
prosedurl adalah suatu model kebijakan yang dieskpresikan dalam bentuk
prosedur-prosedur elemneter yang diciptakan untuk menampilkan hubungan dinamis
antar variabel. Para pelaku riset membuat pemodelan prosedural untuk membuat
prediksi-prediksi atau pemecahan masalah secara optimal biasanya dilakukan
dalam bentuk simulasi. Cara kerjanya yaitu dengan mencermati dan mensimulasikan
hubungan antar variabel yang mungkin mendukung suatu pengambilan kebijakan atau
yang tidak dapat diterangkan secara baik dalam kaitannya dengan pengambilan
kebijakan.
Perbedaanya
adalah model simbolis dilakukan dengan menggunakan data akurat untuk
memprakirakan keterkaitan antara variabel kebijakan dan hasil kebijakan,
sedangkan model prosedural membuat asumsi-asumsi keterkaitan antara variabel
dan hasil kebijakan tersebut dalam bentuk simulasi.
Kelebihan
model ini adalah memungkinkan pelaku riset kebijakan mensimulasikan dan membuat
riset menjadi kreatif. Kelemahannya adalah biaya untuk menggembangkan simulasi
melalui program-program komputer relatif lebih mahal dan seringkali mengalami
kesulitan untuk mencari data atau argumentasi yang dapat digunakan untuk
memperkuat asumsi-asumsi yang digunakan.
Tujuan dan Lingkup
Dunia
kebijakan publik telah berkembang sebagai akibat dari perubahan yang bersifat
dramatis dalam struktur kelembagaan dan ekonomi global negara kebangsaan itu
sendiri. Studi kebijakan mengeksplorasi berbagai implikasi dari
perubahan-perubahan itu, baik untuk kepentingan studi maupun untuk praktik
pembuatan kebijakan.
Ada
lima bidang utama dari lingkup studi kebijakan yaitu:
1.
Untuk
memperluas lensa analisis kebijakan melalui publikasi riset yang melokasikan
pembuatan kebijakan dalam perspektif teoritis, historis dan komperatif
2.
Untuk
memperdalam bidang penyelidikan dalam analisis kebijakan melalui publikasi
riset yang mengusi isu-isu kebijakan dalam konteks suatu negara, internasional
dan global.
3.
Untuk
mempromosikan debat konstruktif tentang isu-isu teoritis, metodologis dan
empiris dalam analisis kebijakan
4.
Untuk
mendorong interaksi yang lebih besar antara dunia akademis dan dunia praktis
melalui pendorongan penerbitan artikel dari para praktisi dan akademisi dengan
signifikansi praktisi
5.
Untuk
tetap berkepentingan dengan pengembangan dalam bidang tindakan internasional
melalui publikasi laporan negara atau pengembangan administratif
Pelaksanaan Riset Kebijakan
Pelaksanan
riset kebijakan bersifat multidisiplin dan ada keseimbangan anatara riset-riset
deskriptif, eksplanatori dan evaluatif. Pada umumnya menggunakan pedekatan
kuantitatif jarang terjadi riset menggunakan pendekatan kualitatif. Pelaksanaan riset kebijakan menggunakan
metode dalam riset ilmiah. Semua prinsip, kaidah, komponen, dan langkah dalam
melaksanakan riset ilmiah digunakan dalam riset kebijakan. Yang membedakan
adalah riset ilmiah untuk kepentingan akademik, riset kebijakan adalah adanya
analisis kebijakan, baik yang menjadi dasar dalam melakukan riset maupun
analisis kebijakan yang akan di ambil, yang dilakuakn berdasarkan data hasil
riset-riset itu.
Oleh
karena itu kepentingan riset kebijakan adalah untuk mengkaji berbagai aspek
yang terkait dengan suatu kebijakan tertentu berdasarkan data yang diperoleh
dari hasil riset, maka kedudukan analisis kebijakan sangat penting. Analisis
kebijakan ini dilakukan dalam konteks penyusunan rencana riset dan dalam
konteks perumusan kebijakan setelah dilakukan pembahasan terhadap berbagai
temuan hasil riset berdasarkan data yang dikumpulkan dan dianalisis.
Dalam
konteks pembuatan kebijakan, analisis kebijakan menempuh enam langkah, yaitu :
1) memverifikasi, mendefinisikan dan mendalami masalah; 2) merumuskan kriteria
evaluasi; 3) mengidentifikasi berbagai alternatif kebijakan; 4) mengevaluasi
alternatif kebijakan; 5) mengurai karakteristik setiap alternatif kebijakan;
dan 6) memonitor implementasi kebijakan (Patton dan Sawicki, 1993)
Pada
langkah pertama, dilakukan verifikasi masalah berddasarkan data hasil riset,
kemudian dirumuskan pertanyaan-pertanyaan tentang berbagai kemungkinan
alternatif kebijakan dan elaborasinya. Langkah kedua, dirumuskan sejumlah
kriteria yang akan digunakan dalam melakukan evaluasiterhadap berbagai
alternatif kebijakan dalam berbagai perspetif. Langkah ketiga, dilakukan kajian
untuk mengidentifikasi berbagai alternatif kebijakan ditinjau dari perspektif
teoritis, diverifikasi menggunakan data hasil riset, dilakukan pembahasan
mendalam terhadap hasil riset. Langkah keempat, dilakukan evaluasi terhadap
berbagai alternatif kebijakan menggunakan berbagai kriteria yang telah
dirumuskan. Langka kelima berbagai alternatif kebijakan itu dibandingkan satu
sama lain dengan cara memasang-masangkan secara kombinasi setiap alternatif
kebijakan, kemudian menganalisis dari sisi kekuaran dan kelemahan masing-masing
terutama akibat dan dampaknya apabila kebijakan itu dipilih. Pada langkah
keenam, dilakukan pilihan kebijakan yang akan dibuat, dan apabila kebijakan itu
dilaksanakan dimonitor pelaksanaannya sehingga selalu berada pada jalur yang
benar.
Analisis
ini dilakukan secara kuantitatif meskipun kadang-kadang dibutuhkan juga
dukungan dari analisis kualitatif. Analisis kuantitatif menggunakan metode
statistika yang sesuai terutama banyak sekali melibatkan penggunaan teori
peluang.
Atas
dasar ini, langkah-langkah dalam melakukan riset kebijakan adalah :
1.
Perumusan
latar belakan atau rasional dialkukannya riset kebijakan. Dalam latar belakang
ini dikaji berbagai faktor yang melatarbelakangi dilakukannya riset kebijaka,
yang dikaitkan dengan fokus kebijakan yang akan dirumuskan.
2.
Perumusan
masalah. Rumusan masalah riset ini dibuat dengan mengelaborasi problematika
tentang fokus kebijakan yang akan diambil
3.
Kajian
teori. Pada bagian ini kebijakan yang akan dijadikan fokus studi dibahas secara
teoritis dengan mengacu kepada suatu teori besar tertentu (grand theory) serta
didiskusikan berbagai hasil studi terkait berdasarkan berbagai kajian yang
dibahas dalam berbagai literatur, khususnya berbagai hasil studi yang
dilaporkan dalam berbagai artikel yang dipublikasikan dalam berbagai jurnal
ilmiah terkait.
4.
Kerangka
berpikir. Rumusan kerangka berpikir ini merupakan model pengkajian dalam studi
tentang kebijakan yang menjadi fokus studi
5.
Analisis
kebijakan yang menjadi fokus studi. Kebijakan yang dijadikan fokus studi
dianalisis dari beragai aspek dan dimensi
6.
Perumusan
prosedur riset. Dalam perumusan ini ditetapkan subjek yang akan menjadi sumber
data serta teknik penyampelan yang digunakan; metode dan teknik riset serta
jenis dan rancangan instrumen riset; dan metode analisis data yang akan
digunakan.
7.
Pengembangan
istrumen riset. Pengembangan riset mengacu kepada analisis terhadap fokus
kebijakan yang distudi, instrumen perlu dilakukan uji coba dan dianalisis
validitas dan reliabilitasnya
8.
Pengumpulan
dan analisis data. Penggumpulan data menggunakan instrumen yang telah
dikembangkan seta diuji validitas dan reliabilitas.
9.
Analisis
kebijakan. Pelaku riset melakukan pemetaan berbagai alternatif kebijakan secara
rinci, keberadaannya, serta berbagai kemungkinan yang akan terjadi dari
masing-masing keberadaan itu baik secara kuantitatif maupun kualitatif
10.
Perumusan
kesimpulan. Berdasarkan hasil diskusi dara dan analisis kebijakan diambil kesimpulan
terkait kebijakan tang menjadi fokus studi
11.
Rekomendasi
kebijakan. Berdasarkan kesimpulan-kesimpulan itu dirumuskan rekomendasi tentang
kebijakan yang diambil.
0 komentar:
Posting Komentar